Setelah aku selesai dengan misi suciku disana, aku pun pergi melangkah meninggalkan penjara suci pertamaku di bumi Jatinangor. Awalnya ku bingung, kemana selanjutnya ku teruskan roda pembelajaran ku. aku tak tau harus kemana ku teruskan. Rumput, awan dan tanah tempatku berpijak, menjadi saksi akan kebingunganku. Berat rasanya melepaskan semua kenangan di tempat ini. Terlalu banyak sekali ibro yang ku dapat. Mulai
dari yang biasa, sampai yang luar biasa ia kenalkan.
Banyak usulan yang masuk dari kanan dan
kiri telingaku. Tapi, hanya satu usulan
yang kuterima. Yaitu ayahku. ‘Ranah indah nyiur melambai’ katanya. Saat itu aku
tak bisa menolak, aku hanya diam membisu dalam kebingungan. Beliau memberi
kesempatan kepadaku untuk memikirkannya. Tapi, apa boleh buat. Aku
terima, dengan berat hati. Aku tahu ayah sangat sayang kepadaku. Dan ku yakin itu adalah
yang terbaik untukku, aku, diriku, hidupku dan masa depanku.
Dan inilah
aku. Awalnya berat sekali menerima. Sangat tidak betah. Peraturan seperti bukan
aturan, hanya sebagai simbol. Banyak perbedaan antar madzhab. Sangat bertolak
belakang dengan hati. Hari demi hari ku jalani dengan penuh kesabaran. Aku
terima semua perbedaan itu. Namun, aku sadar, bahwa perbedaanlah, yang membuat
indah. Ah, tetap saja. Sewaktu-waktu aku tak bisa menerimanya.
Dua tahun
telah kujalani, dan kuterima semua. Ternyata semua bisa berubah secara tiba-tiba. Saat itu, aku seperti memukan sebuah cahaya
kecil dalam kegelapan. Dan, cahaya tersebut sedikit demi sedikit semakin terang
benderang. Ia menerobos menelusuri hati yang bingung, untuk meneranginya.
Bahkan ia mengobati. Ia bagaikan sebuah mu’jizat. Ku temukan kisah kasihku
kembali, dari sekolah yang dulu. Ia bagaikan paranormal yang bisa menghipnotisku
dengan mantranya yang luar biasa hebat. Ia yang
menjadikanku lupa akan semua yang membuatku tertekan. Sejak itu, pikiranku
terasa ringan. Bahkan, ia seperti melayang diatas awan, jauh dari tempatku
berpijak. Ia membawaku ketempat yang baru, dengan semangat baru dan perasaan
yang baru, yang jauh dari keterpurukan. Sejak itu aku yakin aku harus bisa ‘be
light in the dark’ !. jalani hidup ini, walau pahit. Karna kepahitan itu
sebenarnya lebih manis dari madu. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar